Pertanian

Koperasi: Pilar Keberlanjutan Perkebunan dan Penguatan Ekonomi Petani Indonesia

Kamis, 13 Maret 2025 20:57 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Logo Koperasi
Iklan

Koperasi menjadi jawaban bagi persoalan petani kecil karena berperan tidak hanya sebagai wadah ekonomi, tetapi juga sebagai sarana pemberdayaan

Jakarta, 12 Maret 2025 – Koperasi dinilai sebagai solusi strategis dalam menghadapi berbagai tantangan perkebunan rakyat Indonesia. Hal ini disampaikan Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat BSIP Perkebunan Kementerian Pertanian, dalam keterangannya terkait upaya pemerintah memperkuat perkebunan rakyat yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Menurut Kuntoro, perkebunan rakyat berkontribusi besar bagi perekonomian Indonesia, khususnya untuk komoditas unggulan seperti kelapa sawit, kopi, kakao, karet, dan kelapa. Namun, para petani kecil masih menghadapi berbagai persoalan, mulai dari rendahnya produktivitas, akses pasar yang terbatas, hingga keterbatasan modal.

"Koperasi menjadi jawaban bagi persoalan petani kecil karena berperan tidak hanya sebagai wadah ekonomi, tetapi juga sebagai sarana pemberdayaan sosial," ujar Kuntoro.

Peran Strategis Koperasi dalam Perkebunan Rakyat

Koperasi terbukti mampu meningkatkan daya saing dan kesejahteraan petani, terutama bagi anggota yang tergabung dalam koperasi berkelanjutan seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Koperasi yang dikelola secara transparan, demokratis, dan partisipatif mampu mengakses pasar global dan meningkatkan posisi tawar petani dalam rantai pasok industri.

Tidak hanya itu, kemitraan koperasi dengan perusahaan besar dan pemerintah juga menjadi faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Koperasi seperti KUD Dwi Tunggal di Sumatera Selatan yang bermitra dengan perusahaan multinasional, mampu mendapatkan pendampingan dalam Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Management Practices (GMP), sekaligus jaminan pemasaran hasil panen.

"Kemitraan strategis membuka akses pasar, teknologi modern, dan pendampingan manajemen, sehingga koperasi lebih mandiri dan berdaya saing," tambahnya.

Koperasi yang menerapkan teknologi budidaya modern mampu meningkatkan produktivitas hingga 25 ton TBS per hektar per tahun, jauh di atas rata-rata nasional. Selain itu, koperasi juga berhasil melakukan diversifikasi usaha untuk memperkuat ketahanan ekonomi anggotanya, seperti yang dilakukan KUD Tani Subur di Kalimantan Tengah dengan model integrasi sawit-sapi.

Dengan unit usaha tambahan seperti pengolahan hasil perkebunan, peternakan, dan perdagangan, koperasi membantu petani mendapatkan penghasilan tambahan dan menghadapi fluktuasi harga pasar.

Dampak Ekonomi dan Sosial Koperasi

Koperasi turut meningkatkan pendapatan petani, yang tercatat berkisar Rp 29,5 juta hingga Rp 59,3 juta per tahun, lebih tinggi dibanding petani swadaya. Pendapatan stabil ini meningkatkan daya beli petani dan akses terhadap pendidikan, kesehatan, hingga investasi peremajaan kebun.

Bahkan, 10% anak petani anggota koperasi berhasil melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, menunjukkan peran koperasi dalam meningkatkan mobilitas sosial dan kesejahteraan jangka panjang. Koperasi juga berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur desa, mulai dari jalan, fasilitas sosial, hingga perumahan layak.

Untuk memperkuat koperasi, Kementerian Pertanian mendorong model koperasi berbasis kemitraan dengan perusahaan perkebunan besar agar petani dapat mengakses pasar yang lebih luas dan teknologi modern. Selain itu, akses permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan skema subsidi peremajaan tanaman perlu diperluas.

"Pemerintah berkomitmen memperkuat koperasi agar menjadi pilar utama keberlanjutan perkebunan rakyat," tutup Kuntoro.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler